Headlines News :
| |

Media Sosial Jadikan Orang Kesepian

Ilustrasi: Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan berkurangnya kualitas interaksi sosial dengan maraknya perkembangan media sosial, yang memprediksikan timbulnya kesepian. (Gambar: Theatlantic)
Talinews.com – Peran media sosial telah mendominasi keseharian manusia di era teknologi saat ini. Segala arus informasi dan komunikasi verbal mulai berpindah di lingkup dunia maya seperti Facebook, Twitter, Linkedin, Google+, dan lainnya. Efektifkah media sosial ini dalam menciptakan hubungan sosial sesungguhnya sehari-hari?

Menurut Eric Klinenberg, seorang sosiolog New York University, aktifnya manusia menggunakan media sosial membuat adanya isolasi seseorang dengan lingkungannya yang semakin meningkat tajam dan menyebabkan kesepian, hingga berujung pada kehidupan yang membuat sengsara.

"Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan berkurangnya kualitas interaksi sosial dengan maraknya perkembangan media sosial, yang memprediksikan timbulnya kesepian. Kita tahu bahwa secara intuitif bahwa kesepian dan sendirian bukanlah hal yang sama," ujar Klinenberg, seperti yang dilansir dari The Atlantic, Kamis (12/4).

Media sosial yang paling berkembang pesat saat ini dan diduga menyebabkan timbulnya kesepian individu paling tinggi adalah Facebook.

Jejaring pertemanan di dunia maya ini memiliki sekitar 845 juta pengguna, dengan pendapatan perusahaan di tahun 2011 mencapai US $3.7 miliar.

Sebuah data analisis yang dilakukan tahun 2005 dari penelitian longitudinal kembar di Belanda menunjukkan bahwa, kecenderungan kesepian memiliki komponen genetik yang sama seperti masalah di sekitar masalah psikologis, seperti neurotisisme atau kecemasan.

Namun, masalah kesepian sangatlah sulit untuk didiagnosa atau ditentukan. Alat terbaik yang digunakan untuk mengukur kesepian saat ini hanyalah dengan UCLA Loneliness Scale, berupa 20 rangkaian pertanyaan secara spesifik.

Berbagai penelitian menggunakan metode ini telah menunjukkan kesepian meningkat drastis selama periode yang sangat singkat. Sebuah survei AARP tahun 2010 menemukan bahwa, 35 persen orang dewasa yang lebih tua dari 45 tahun mengalami masalah kesepian yang kronis, dibandingkan dengan kelompok serupa di satu dekade sebelumnya, yang hanya 20 persen.

Menurut sebuah penelitian oleh seorang sarjana terkemuka di Amerika, sekitar 20 persen orang Amerika -sekitar 60 juta orang- tidak puas dengan kehidupan mereka karena kesepian.Di dunia Barat, dokter dan perawat telah mulai berbicara secara terbuka mengenai epidemi kesepian.

Timbulnya kesepian juga disebabkan oleh ketidakpercayaan seseorang kepada individu lain. Moira Burke, mahasiswa pascasarjana di Human Computer Institute di Carnegie Mellon, melakukan penelitian longitudinal terhadap 1.200 pengguna Facebook. Penelitian ini untuk melihat efek dari Facebook pada populasi yang lebih luas, dari waktu ke waktu.

"Orang-orang yang hanya mendapatkan satu komentar atau klik 'like' di postingan Facebooknya merasa sangat kesepian dalam berkomunikasi online. Namun, bila banyak menerima komentar, pengguna tidak merasa kesepian karena mendapatkan banyak perhatian dari temannya," ujar Burke.

Menurut John Cacioppo, direktur Pusat Kognitif dan Neuroscience Sosial di Universitas Chicago, mengatakan epidemi kesepian mempengaruhi fungsi dasar fisiologi manusia. Ia menemukan tingkat epinephrine, hormon stres, yang lebih tinggi dalam urin di pagi hari pada orang yang kesepian.

"Ketika kita mengambil darah orang dewasa yang lebih tua dan dianalisis sel putihnya, kami menemukan bahwa kesepian entah bagaimana menembus relung terdalam dari sel. Kesepian mengubah cara gen yang diekspresikan. Kesepian tidak hanya mempengaruhi otak, tapi juga proses dasar transkripsi DNA. Ketika Anda merasa kesepian, seluruh tubuh Anda juga terlihat terkena efeknya," kata Cacioppo.

Dalam satu percobaan, Cacioppo mencari hubungan antara subyek kesepian dan frekuensi relatif dari interaksi mereka melalui Facebook, chat room, game online, situs kencan, dan tatap muka kontak. Hasilnya, semakin besar proporsi tatap muka interaksi, semakin sedikit kesepian seseorang. Namun, semakin besar proporsi interaksi online, semakin besar pula kesepian dirasakan.

"Jika media sosial memungkinkan Anda belajar untuk mengatur permainan sepak bola antara teman-teman Anda, itu sehat. Namun, jika Anda kembali dan menghabiskan waktu ke media sosial dan bukannya bermain sepak bola, bagaimanapun, itu tidak sehat," pungkasya. (art)

Posted by TaliNews on Kamis, 12 April 2012, 21.30. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response.!
IndoLowong
Support Us :
comments
blog comments powered by Disqus
Advertise Here

Rekomendasi Pembaca

Berita Terbaru